FITOREMEDIASI UPAYA MENGOLAH AIR LIMBAH DENGAN MEDIA TANAMAN


I. LATAR BELAKANG
Media Indonesia dalam terbitannya tanggal 2 Desember 2002 memuat tulisan yang berjudul
“Kualitas Air di Bali Alami Penurunan” dimana diulas pula keberhasilan Propinsi Bali dalam
mengembangkan proses Waste Water Garden (WWG) yang baru pertama kali diterapkan di
Indonesia. Konsep pengolahan limbah domestik ini telah diterapkan di Kantor Gubernur Renon
Denpasar, Kantor Kecamatan Kuta, Sekolah Sunrise School, dan beberapa hotel serta restoran di
Bali.

Setelah kami lakukan kajian lebih dalam baik melalui diskusi maupun melalui kunjungan lapangan
pada tanggal 7-8 Februari 2002 yang lalu dan diskusi teknis lebih mendalam dengan pihak
Bapedalda Propinsi Bali dan Kabupaten Badung dr. I Gede Ketut Ranayana dan I GDE M. Sudira
,SPd, MM upaya pengolahan limbah domestik yang dilakukan oleh mereka cukup menarik untuk
dikaji lebih jauh dan kiranya dapat diterapkan di beberapa lokasi ditempat lain.
Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di beberapa negara telah membahas dengan detail bagaimana
proses remediasi ini dapat menolong manusia untuk memecahkan problem lingkungannya;
smithsonian magazine juli 1997, EPA acitizen’s guide to phytoremediation dan beberapa situs
terkenal lainnya.


II. PENGERTIAN
Phyto asal kata Yunani/ greek “phyton” yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), Remediation asal
kata latin remediare ( to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan
sesuatu.
Jadi Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang
bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat
kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan
yang berguna secara ekonomi.

III. CARA BERLANGSUNGNYA PROSES FITOREMEDIASI.
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang
dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya
a. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan
dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga
Hyperacumulation
b. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan
oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan
menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di
Chernobyl, Ukraina.
c. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil )
pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plentedassisted
bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas
microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
e. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan
untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks
menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih
sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym
yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym
berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
f. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan
dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk
selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200
sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan di Fitoremediasi adalah:
Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana
Presiden Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah,
Jaka, Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje
Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol
Merah/Putih, Spider Lili, dll.

IV. APLIKASI DI LAPANGAN
Beberapa penerapan lapangan dengan konsepsi phytoremediasi ini yang cukup berhasil
diantaranya adalah:

1. Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di
Ne Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd
oleh penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2. Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX dan
amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang
diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar
bahan peledak tersebut.. Tumbuhan yang digunakan seperti : Sagopond (Potomogeton
pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.
3. Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda Wet land, seperti
yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan sebutan wastewater garden (WWG) atau
terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan
Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari pasangan batu kemudian diisi media
koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air limbah
(grey water dan effluen dari sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm atau 10
cm dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga lainnya.
Untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk unit
wetland ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret. Berdasarkan hasil test
laboratorium terhadap influen dan effluen diperoleh hasil evaluasi kinerja unit tersebut,
dengan effisiensi removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD 86 s/d 96 %, TSS 75 s/d
95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d 90 % , Bakteri coliform 99 %. Terdapat 27 spesies
tumbuhan yang digunakan untuk taman Bali ini diantaranya Keladi, pisang, Lotus, Cana,
Dahlia, Akar wangi, Bambu air, Padi-padian, Papirus, Alamadu dan lainnya tanaman air.
Pemeliharaan sistim ini sangat kecil yang umumnya hanya menyiangi daun-daun tumbuhan
yang layu/ kering dengan demikian maintainance cost sangat rendah.
Menurut penjelasan dari pihak Sunrise School Bali yang telah dua tahun
menggunakan sistim ini belum pernah terjadi cloging pada lapisan koral dengan
void ratio hanya 40 % untuk ukuran koral hanya 5mm s/d 10mm. Pada dasarnya
proses yang terjadi pada wetland ini sangat alami artinya microorganisme dan
tanaman membetuk ecosystem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan
yang masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi terhadap zat dan kadar pencemararan
sangat baik, berbeda dengan misalnya fakultatif pond proses akan rusak (invalid)
jika ada B 3 yang masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20 %
akan terbentuk algae bloom.
Namun penerapan yang digunakan umumnya terbatas pada sekala kecil yaitu untuk
perkantoran, sekolah dan komunal sekala RW, hal ini terjadi karena luas lahan yang
dibutuhkan perkapitanya lebih tinggi dibanding sisti konvensional umumnya.
Meskipun debandingkan dengan sistim stabilization pond kebutuhan lahan jauh
lebih luas.
V. KONSEP PERENCANAAN WET LAND
Beberapa ketentuan yang diperlukan untuk membuat sistim ini yaitu:
1. Unit wet land harus didahului dengan bak pengendap untuk menghidari kloging
pada media koral oleh partikel-partikel besar.
2. Konstruksi berupa bak/ kolam dari pasangan batu kedap air dengan kedalaman ± 1
m .
3. Kolam dilengkapi pipa inlet dan pipa belubang lubang untuk outlet
4. Kolam disi dengan media koral (batu pecah atau kerikil) diameter 5 mm s/d 10 mm.
Setinggi / setebal 80 cm
5. Ditanami tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat,
dengan melubangi lapisan media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.
6. Dialirkan air limbah setebal 70 cm dengan mengatur level (ketinggian) outlet yang
memungkinkan media selalu tergenang air 10 cm dibawah permukaan koral
7. Design luas kolam berdasarkan Beban BOD yang masuk per hari dibagi dengan
Loading rate pada umumnya. Untuk Amerika utara = 32.10 kg BOD / Ha per hari.
Untuk daerah tropis kira-kira = 40 kg BOD / Ha per hari .
Taman BALI ( Buangan Air LImbah) di Denpasar Bali
3
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.
1. Phytoremediasi cukup effektif dan murah untuk menangani pencemaran terhadap
lingkungan oleh logam berat dan B 3 sehingga dapat digunakan untuk remediasi TPA
dengan menanam tumbuhan pada lapisan penutup terahir TPA dan menggunakan sistim
wet land bagi kolam leachit.
2. Sistim pengolahan limbah dengan wetland disarankan hanya untuk skala lingkungan
maksimum 2000 orang dan perkantoran atau gedung-gedung sekolah karena kebutuhan
lahannya cukup tinggi antara 1.25 m2/ capita s/d 2.5 m2 /capita dibanding fakultatif pond
hanya 0.2 s/d 0.5 m2 / capita atau hanya 1/5 dari kebutuhan wetland.
3. Biaya investasi sangat relatif terhadap ketersedian lahan, dengan demikian untuk skala
kecil sangat ekonomis bila lahan dapat disediakan.
4. Biaya O & P sangat rendah karena pemeliharaan hanya sambilan untuk pembersihan
daun tumbuhan.
5. Untuk skala rumah tangga sistim ini dapat dianggap pengganti bidang resapan.
Contoh Perhitungan
Kantor dengan jumlah pegawai 1000 orang.
Pemakaian air rata-rata 10 liter / pegawai / hari
BOD rata-rata = 250 mg / l
1. Beban BOD = 10 l / orang / hari x 1000 orang x 250 mg/ l = 2.5 kg / hari
2. Kebutuhan bak pengendap sekaligus bak anaerobik 2500 g : 250 g/ m3 = 10 m3, Jika
kedalaman kolam 2.5 m maka luas kolam anerobik = 4m2
3. Kebutuhan wetland. Effisiensi anaerobik untuk Td = (10 M3 : 10,000 l / hari = ) satu hari
atau 60 %. Jadi BOD influen ke wet land = 40 % x 250 mg / l = 100 mg / l. Beban BOD
yang masuk = 10000 l / hari x 100 mg / l = 1 kg / hari. Loading rate = 40 kg / Ha / hari .
maka luas kolam yang diperlukan = 1 kg /hari : 40 kg / Ha / hari = 250 m2
4. kesimpulan dibutuhkan lahan kira-kira 260 m2
5. kedalam kolam wet land = 1 m, tebal media koral 80 cm, kedalaman air 70 cm.
Daftar Pustaka
1. Media Indonesia, Kualitas Air di Bali Alami Penurunan, 2 Desember 2002
2. US-EPA , A Citizen’s Guide to Phytoremediation, August 1998
3. Smithsonian Magazine, Wastewater Problem? Just Plant a Marsh, July 1997
4. Walter H Zachritz, et al, Land Application of Wastewater in Arid Regions, Desert
Research Institute, Las Vegas Nevada
5. American Society of Plant Biologist, Phytoremediation of metals, December 30, 2002
6. Paul R Adler, Phytoremediation of Aquaculture Effluents, USDA-ARS, Kearneysville,
West Virginia USA, February 22, 2000
7. FJ Sikora, et al, Phytoremediation of Explosives in Groundwater Using Innovative
Wetylends Based Treatment Technologies, US Army Environmental Center, Maryland
USA
8. Dynamax Inc, Phytoremediation/Bioremediation
9. Todd Zynda, Phytoremediation, Envirotools, 2001
10. Rustam Effendi Harahap, Phytoremediasi, 17 Februari 2003
11. Bapedalda Propinsi Bali, Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah Cair Dengan Sistem
Wastewater garden (WWG) Desember 2002, Denpasar Bali
12. Planetary Coral Reef Foundation Indonesia, Wastewater Garden, Denpasar Bali
13. Bapedalda Kabupaten Badung, Pembangunan Wastewater Garden (WWG) Taman
Bunga Air Limbah (Taman Bali) di Kabupaten Badung, Denpasar, 26 Juli 2002
14. Bapedalda Propinsi Bali dan PT Mitra Lingkungan Duta Consult, Taman Bali, mengolah
air limbah menampilkan keindahan, Denpasar Bali

Comments

Popular posts from this blog

Prosedur Tanggap Darurat Banjir Di Perusahaan Perkantoran

Mengenal DISTILASI/DESALINASI MULTI STAGE FLASH

Rumus Untuk Menghitung Debit Air