Teori Koagulasi Dan Flokulasi

Teori Koagulasi Dan Flokulasi

  1. Koagulasi

Teori koagulasi dapat dijelaskan dari fenomena berikut:
a)      Formasi flok
Ketika bahan kimia (koagulan) dicampurkan ke dalam air, endapan tebal bersifat koloid (kenyal) terbentuk yang dikenal sebagai flok. Flok ini dapat menarik kotoran yang tersuspensi dalam air dan mengendap ke bagian bawah tangki.
b)      Muatan Listrik
Hal ini diamati bahwa ion flok memiliki muatan listrik positif dan partikel-partikel koloid memiliki muatan listrik negatif. Jadi, flok akan menarik partikel-partikel koloid ketika mengendap ke bagian bawah tangki.

  1. Flokulasi

Flokulasi adalah proses pembentukan flok. Efisiensi flokulasi tergantung pada faktor-faktor berikut:
a)      Dosis koagulan
Dosis koagulan harus dipastikan dengan uji laboratorium untuk sampel air.
b)      Pencampuran (Mixing)
Pencampuran koagulan harus sempurna dilakukan untuk pembentukan flok yang lebih cepat.
c)      Nilai pH

Nilai pH air harus ditentukan di laboratorium untuk memilih jenis koagulan.
Saat mengendap, flok akan menarik lebih banyak kotoran tersuspensi dan dengan demikian ukuran flok terus meningkat dan akhirnya luas permukaan flok menjadi cukup besar untuk menangkap koloid, bahan organik dan sejumlah bakteri.



baca juga : Teori Sedimentasi

 Jenis Kimia yang Digunakan sebagai Koagulan

Analisa Dosis Optimum Koagulasi Dan Flokulasi dengan Jartes
Analisa Dosis Optimum Koagulasi Dan Flokulasi dengan Jartes

Berikut ini adalah bahan kimia yang biasa yang digunakan untuk koagulasi:

a)      Aluminium sulfat

Komposisi kimia dari aluminium sulfat adalah Al2(SO4)3, 18H2O (alum/tawas). Ini tersedia dalam bentuk padatan, tetapi digunakan dalam bentuk bubuk atau cair. Hal ini sangat efektif jika alkalinitas bikarbonat terdapat di dalam air. Jika air tidak memiliki alkalinitas, beberapa jumlah kapur akan ditambahkan ke dalam air.
Ketika tawas dicampur dengan air, reaksi kimia terjadi dan aluminium hidroksida (Al(OH)3), kalsium sulfat (CaSO4) dan karbon dioksida (CO2) terbentuk. Aluminium hidroksida tidak larut dalam air dan membentuk flok. Hal ini efektif antara pH 6,50 dan 8,50. Dosis koagulan tergantung pada berbagai faktor seperti kekeruhan (turbidity), warna, nilai pH, dll. Dalam prakteknya, dosis tawas bervariasi dari 10 sampai 30 mg per liter. Koagulan ini sekarang sering digunakan dalam proyek-proyek pengolahan air untuk keuntungan sebagai berikut:
                                                   i.            Mengurangi rasa dan bau.
                                                 ii.            Menghasilkan air yang sangat jernih.
                                               iii.            Flok yang terbentuk cukup kuat dan keras.
                                               iv.            Flok tidak mudah rusak saat pembersihan.
                                                 v.            Sangat murah.

b)      Besi Terklorinasi (chlorinated copperas)

Ketika klorin dicampur dengan larutan besi sulfat, reaksi kimia terjadi dan membentuk besi sulfat [Fe2(SO4)3] dan ferri klorida (FeCl3). Kombinasi dari kedua senyawa ini dikenal sebagai besi terklorinasi. Kedua senyawa ini efektif untuk pembentukan flok. Kadang-kadang, ferri sulfat dan besi klorida dapat diterapkan secara bergantian dengan kapur. Dalam kondisi tersebut, besi hidroksida [Fe(OH)3] yang terbentuk juga efektif untuk pembentukan flok. Besi sulfat efektif pada nilai pH 4 sampai 9 dan besi klorida efektif pada nilai pH 3,5-6,5.

c)      Ferrous sulfat dan kapur

Ferrous sulfat dan kapur bila dicampur dengan air, akan membentuk reaksi kimia besi hidroksida [Fe(OH)2]. Senyawa ini teroksidasi oleh oksigen terlarut dalam air dan besi hidroksida akhirnya terbentuk. Besi hidroksida ini yang membantu dalam pembentukan flok.
a)      Magnesium karbonat.
b)      Natrium aluminat.

Selama proses koagulasi dan sedimentasi, dosis koagulan ditentukan di laboratorium dengan melakukan uji menentukan dosis koagulan (Jar Test). Dalam tes ini, peralatannya terdiri dari beberapa gelas kimia (breaker glass) dengan kapasitas 1-2 liter. Gelas ditempatkan di dasar plat (seperti yang ditunjukkan pada Fig. 7.11.). Pengaduk disediakan di setiap gelas kimia. Pengaduk dilengkapi dengan baling-baling di ujung yang paling bawah.

Pengaduk dirancang dengan poros horizontal yang diputar oleh unit pengendali. Air dituangkan ke dalam gelas dan koagulan dengan variasi jumlah yang berbeda ditambahkan ke air setiap gelas. Unit pengendali diatur dengan kecepatan awal sekitar 40 rpm dengan rotasi poros. Baling-baling juga berputar dan koagulan dicampur secara merata dengan air. Setelah 5 menit, kecepatan motor berkurang dan dilanjutkan selama sekitar 10 menit. Kemudian Unit pengaduk dihentikan. Setelah sekitar 30 menit pembentukan flok di setiap gelas diamati. Jumlah Larutan koagulan yang menghasilkan flok yang paling baik dianggap sebagai kuantitas efektif yang dibutuhkan untuk pengolahan pada sampel air tersebut.

 Aspek Desain Tank Sedimentasi

Faktor berikut ini harus menjadi pertimbangan utama dalam desain tangki sedimentasi, antara lain:
a)      Kecepatan Arus
Kecepatan aliran harus sedemikian rupa sehingga dapat menyebabkan pengendapan secara hidrolik dari partikel-partikel tersuspensi. Pada proses ini, kecepatan aliran seharusnya tidak diizinkan melebihi 15 cm sampai 30 cm per menit.
b)      Periode Aliran (Waktu Detensi)
Waktu yang dibutuhkan oleh sebuah partikel untuk menempuh jarak antara pintu masuk (inlet) dan saluran keluar (outlet) pada tangki dikenal sebagai waktu detensi, periode ini harus sekitar 3 sampai 4 jam.
c)      Dimensi Tank
Kedalaman minimum tangki seharusnya 2,5 m. Lebar dari tangki segiempat harus 10 m sampai 12 m. Panjang tangki harus 3 sampai 4 kali lebar tangki.



Comments

Popular posts from this blog

Prosedur Tanggap Darurat Banjir Di Perusahaan Perkantoran

Pengertian Koagulasi Dan Flokulasi

Teori Warna